Teologi Kitab Yosua
TEOLOGI KITAB YOSUA
Bab I
Pendahuluan
Dalam akhir kitab Yosua, tercatat bahwa bahwa bangsa Israel telah berada di tanah perjanjian seperti yang telah dijanjikan oleh Allah kepada nenek moyang mereka. Bangsa Israel berhasil menundukan musuh-musuh mereka dan menduduki wilayah tersebut, namun tidak semua wilayah yang ada pada saat itu berhasil mereka tundukan, masih ada sisa-sisa wilayah dan bangsa-bangsa yang belum mereka tundukan. Sehingga bangsa-bangsa tersebut tinggal ditengah-tengah bangsa Israel.
Kemudian pada saat itu Yosua membaharui perjanjian bangsa Israel dengan Allah di Sikhem, mereka berjanji bahwa mereka tidak akan pernah meninggalkan Allah untuk ilah-ilah lain setelah menikmati segala sesuatu yang telah Allah berikan kepada mereka, namun Yosua menjawab bahwa mereka tidak akan mampu untuk hidup bagi Allah, mereka tidak akan setia dan akan mendatang bencana bagi diri mereka sendiri (Yosuas 24:16-20).
Bagian pertama dari kitab-kitab Hakim-hakim selanjutnya memberikan sebuah ringkasan terkait penaklukan tanah Kanaan dan catatan tentang bagian-bagian tanah itu yang belum direbut.[1] Kemudian Yosua melepaskan bangsa Isreal itu pergi ke milik pusakanya masing-masing, untuk memiliki tanah perjanjian tersebut. Ketika mereka berada di milik pusaka mereka dan Yosua kemudian semua angkatan yang telah melihat semua perbuatan besar yang Tuhan mati, maka hal-hal yang ditakutkan oleh Yosua benar-benar terjadi yaitu mereka meninggalkan Allah dan berpaling kepada Ilah-ilah yang ada di tanah Kanaan (Hakim-hakim 2:6-12).
Maka selama beberapa abad maka Allah secara memberikan pemimpin-pemimpin yang datang membantu Israel tepat pada waktu mereka berada di ambang kehancuran. Pemimpin-pemimpin ini disebut ‘’pelepas’’ atau ‘’orang yang membawa keadilan’’ – ‘’hakim-hakim’’. Masa-masa ini disebut ‘’Zaman kegelapan sejarah Israel.’’ Israel tidak berhasil menikmati kedamaian dan kemakmuran yang diinginkan Allah untuk mereka karena mereka gagal mematuhi ajaran-ajaran ilahi. Kisah menganai bangsa Israel dalam kita Hakim-hakim ini patut dikasi secara komperhensif untuk membangun teologi yang bersumber pada kitab hakim-hakim.
A. Pokok dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis menuliskan pokok masalah sebagai berikut, Teologi Kitab Hakim-hakim.
Selanjutnya untuk mempertajam pokok masalah yang ada, maka penulis memunculkan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut;
1. Apa dan Bagaimana latar belakang dari Kitab Hakim-hakim ?
2. Apa saja teologi yang termuat di dalam kitab Hakim-hakim ?
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan apa dan bagaimana latar belakang dari kitab Hakim-hakim
2. Menyebutkan dan menguraikan apa saja teologi yang termuat di dalam kitab Hakim-hakim
Bab II
Pengantar Kitab Hakim-Hakim
Nama Kitab
Nama kitab ini diambil dari gelar yang diberikan kepada para pemimpin bangsa yang diangkat Tuhan untuk memerintah bangsa Israel antara zaman Yosua hingga zaman monarki. Shophetim (para hakim, penguasa, pembebas, atau penyelamat) yang bertugas memperhatikan kerohanian bangsa Israel yang diatur sesuai dengan hukum-hukum Tuhan[2]. Tugasnya bukan hanya memelihara hukum keadilan dan menyelesaikan pertikaian, melainkan juga membebaskan mereka dari penidasan musuh.
Pemilihan dari nama kitab Hakim-hakim dalam Alkitab terjemahan, Indonesia Terjemahan Baru (ITB) mengikuti judul daripada Alkitab LXX yang memberi judul pada kitab ini Kritei, sedangkan dalam kitab Ibrani Sopetim dan pada Vulgata, Liber Judicum yang memiliki arti yang sama yaitu Hakim-hakim[3]. Hal ini disebabkan karena penhelasan dalam sebagian besar daripada kitab ini memaparkan tentang Allah yang memberikan hakim-hakim untuk dapat memimpin bangsa Israel terlepas dari penjajahan orang-orang disekitar bangsa Israel.
Penulis dan tanggal penulisan
Dalam tradisi-tradisi Yahudi, disebutkan bahwa Samuellah yang menjadi penulis dari kitab Hakim-hakim ini. Hal ini dikuatkan dengan waktu dari penulisan kitab ini juga berada sekitar pada masa hidup Samuel, dan juga dari data serta pandangan yang mungkin sekali diketahui oleh Samuel. Kitab ini ditulis pada waktu yang semasa pemerintahan Saul dan Daud, tetapi sebelum Daud menaklukan Yerusalem (bnd. Hakim-hakim 1:12; 2 Samuel 5:6-8; 18-31).[4] Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar kitab ini ditulis pada masa 1050-1000 sM.
Genre
Genre dari kitab Hakim-hakim ini sama dengan genre kitab Yosua yaitu kisah narasi.
Tema dan tujuan penulisan
Tema dari kitah Hakim-hakim ini adalah kasih setia Allah kepada bangsa Israel dengan membangkitkan hakim-hakim untukk membebaskan dari penjajahan bangsa-bangsa . Sedangkan tujuan dari penulisan kitab Hakim-hakim ini adalah untuk menunjukan kegagalan umat Israel dalam memelihara bagian mereka dalam perjanjian (convenan) antara mereka dengan Allah. kitab ini menunjukkan siklus bangsa Israel dalam ketaatan mereka kepada Allah, siklus ini juga menunjukkan bagaimana Allah menunjukan kuasa dan belas kasihanNya terhadap bangsa Israel dengan cara melepaskan mereka dari waktu ke waktu setelah keadilanNya menuntut Dia menjatuhkan penghukuman. [5] Kitab ini juga memberikan penjelasan menganai catatan sejarah tentang keadaan yang terjadi dari masa Yosua terakhir memimpin sampai kepada masa sebelum Eli menjadi hakim.
Ayat kunci dalam kitab Hakim-hakim
Dalam kitab Hakim-hakim ini memiliki ayat-ayat kunci untuk lebih mendalami kitab ini, yaitu;
2:15-16 “Setiap kali mereka maju, tangan Tuhan melawan mereka dan mendatangkan malapetaka atas mereka, sesuai yang telah Tuhan katakan dan seperti yang telah Tuhan sumpahkan kepada mereka, sehingga mereka amat sangat tertekan. Kemudian Tuhan membangkitkan para hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan penjarah itu”
21:25 ”Pada zaman itu tidak ada raja di Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri”
Pasal Kunci dari kitab Hakim-hakim
Pasal 1-2, pasal-pasal ini memberikan kilas balik dari dosa bangsa Israel. Dua pasal ini memberikan semacam selayang pandang kunci persoalan kitab ini. salah satu penyebab kegagalan Israel ditemukan dalam frasa yang berulang kali diulang, ”mereka tidak menyingkirkan penduduk asli” negeri itu (1:21, 27, 29, 30). Kegagalan yang terus terulang dan berlanjut.
Dalam pasal yang kedua dari kitab Hakim-hakim ini memberikan sebuah ringkasan keseluruhan kitab yang mencatat gambaran siklus kepemimpinan para hakim[6]: dari kesalehan ke kesalahan, dari penjajahan ke pembebasan.
Posisi Kitab Hakim-hakim dalam kanon Alkitab
Kitab Hakim-hakim dalam kanon Ibrani adalah bagian dari Kitab-kitab ‘’Nabi-nabi awal’’ , sedangkan oleh para sarjana modern dikenal sebagai ‘’Sejarah Deuteronomik.’’ Secara kronologis dan logis ia muncul sesudah kitab Yosua untuk mengembangkan tema-tema kitab tersebut, dan menunjukkan perbedaan mencolok dengan gambaran ideal yang ditampilkan disana[7]. Aslinya ia menjadi keterangan tambahan bagi kitab-kitab Samuel (dimana dalam kanon Ibrani muncul di belakangnya) untuk menggambarkan mulai berdiri dan berkembangnya sistem Kerajaan. Peristiwa-peristiwa dalam kitab Rut (yang dalam kanon Alkitab Kristen ada di belakangnya) berlangsung pada zaman Hakim-hakim.
Garis besar kitab Hakim-hakim[8]
1. Pendahulauan (1:1-2:5)
1.1 Latar belakang politik zaman Hakim-hakim (1:1-36)
1.2 Latar belakang religius zaman hakim-hakim (2:1-5)
2. Sejarah hakim-hakim (2:6-16:31)
2.1 Penindasan oleh Kusyan-Risyataim diakhiri oleh Otniel (3:8-11)
2.2 Penindasan oleh Eglon diakhiri dengan Ehud (3:12-30)
2.3 Orang Israel diselamatkan dari ancaman orang Filistin oleh Samgar (3:31)
2.4 Penindasan oleh Yabin dan Sisera diakhiri oleh Debora dan Barak (4:1-5:31)
2.5 Penindasan oleh Midian diakhiri dengan Gideon (6:1-8:35)
2.6 Perampasan kekuasaan oleh Abimelekh (9:1-57)
2.7 Tola sebagai hakim atas Israel (10:1-2)
2.8 Yair sebagai hakim (10:3-5)
2.9 Penindasan oleh orang Amon diakhiri dengan Yefta (10:6-11:40)
2.10 Peperangan antara orang gilead dengan suku Efraim (12:1-7)
2.11 Ebzan sebagai hakim (12:8-10)
2.12 Elon sebagai Hakim (12:11-12)
2.13 Abdon sebaga hakim (12:13-15)
2.14 Simson dan orang Filistin (13:1-16:31)
3. Keadaan kacau pada zaman hakim-hakim (17:1-21:25)
3.1 Penyembahan berhala oleh Mikha dan Perpindahan suku Dan (17:1-18:31)
3.2 Kejahatan di Gebea dan pertempuran melawan suku Benyamin (19:1-21:25)
Bab III
Teologi Kitab Hakim-hakim
|
Keadaan Bangsa Israel baik (Tenang dan Aman) |
Bertobat (Bangsa Israel berseru kepada Allah) |
Berdosa (Berontak dan berpaling dari Tuhan) |
Allah menghukum Bangsa Israel (diserang dan ditindas bangsa lain) |
Pemulihan (Pembebasan dari musuh dengan mengangkat Hakim) |
Penjabaran Bagan;
Dalam kitab Hakim-hakim akan terlihat suatu bagan yang jelas mengenai kemurtadan bangsa Israel sebanyak 7 kali, dalam kurung waktu empat ratus tahun. Bangsa Israel melakukan apa yang jahat dimata Allah (2:11; 3:7,12; 4:1; 6:1; 8:33-34; 10:6; 13:1), kejahatan yang dilakukan oleh bangsa Israel adalah penyembahan berhala dan kawin mawin dengan bangsa yang diluar bangsa Israel (2:10; 3:6). Kejahatan bangsa Israel ini mendatangkan murka dan hukuman Allah dalam bentuk penyerangan dan penindasan dari bangsa-bangsa lain yang berada disekitar mereka (2:14; 3:8,12; 4:2; 6:1; 10:7). Dalam keadaan yang terdesak dan terancam maka bangsa Israel akan mulai berbalik dan berseru kepada Allah dengan mengakui dosa dan memohon pertolongan dari Allah (3:9; 15; 4:3; 6:7). Maka setiap kali Allah melihat rintihan bangsa Israel maka Allah akan berbelas kasihan kepada mereka dengan membangkitkan Hakim-hakim untuk memimpin dan menyelamatkan mereka dari bangsa-bangsa yang menindas mereka (2:18). Setiap kali apabila Allah membangkitkan seorang hakim bagi bangsa Israel, maka Allah akaan menyertai hakim itu dan menyelamatkan bangsa Israel dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup sehingga bangsa Israel akan akan (3:11; 5:31b; 8:28). Namun setelah hakim itu mati maka bangsa Israel akan kembali bertindak tidak setia kepada Allah dan kejadian yang sama akan berulang-ulang kembali terjadi. Melalui bagan yang ada, maka ada banyak teologi yang dapat diambil dari kitab ini, walaupun hal ini tidak dapat mencakup semua teologi-teologi yang ada di dalamnya.
Mengenai kemurtadan manusia (manusia berpaling kepada Allah)
Dari bagan diatas, ada suatu fakta yang tidak bisa diabaikan bahwa orang yang percaya kepada Allah atau bahkan bangsa yang disebutkan sebagai umat Allah, bukan berarti tidak dapat berpaling atau meninggalkan Allah. Kitab Hakim-hakim menggambarkan bahwa berulang kali bangsa Israel menjadi murtad atau meninggalkan Allah dan sujud menyembah kepada allah-allah lain.
Kitab Hakim-hakim ingin memperingatkan kepada orang-orang yang telah percaya untuk tidak melakukan seperti apa yang telah bangsa Israel lakukan pada saat itu. kitab ini memberikan pengajaran supaya waspada akan hal ini and tetap teguh dalam pengikutan kepada Allah, karena kemurtadan bisa saja terjadi kepada siapa saja yang tidak waspada akan hal ini
Mengenai Kasih karunia Allah
Bagan diatas juga menunjukan betapa Allah sangat mengasihi bangsa Israel dan sangat berbanding terbalik dari apa yang dilakukan oleh bangsa Israel terhadap Allah. kendati berkali-kali bangsa ini terjatuh, Dia tetap memberikan kelepasan dengan mengirim hakim-hakim kepada bangsa Israel. Dari setiap catatan mengenai para hakim ini, memperlihatkan secara jelas bahwa pemeliharaan keselamatan dari Allah telah diteruskan tanpa henti di dalam sejarah. Allah telah memberikan perhatian dan kasihNya seara terus menerus kepada umat-Nya.[10]
Hal yang harus ditekankan disini adalah bahwa penyebab langsung kenapa Allah membebaskan bangsa Israel bukan karena kebaikan bangsa ini, bukan pula karena bangsa Israel berkali-kali bertobat dan berseru kepada Allah, melainkan karena kasih sayang Allah seta rasa kasihan-Nya (Hakim-hakim 2:16,18). Allah bertindak demi kebaikan bangsa Israel meskipun bangsa ini tidak setia.
Mengenai Manusia yang Sebenarnya Tidak Layak Menerima Kasih karunia Allah
Bagan diatas juga mempertunjukan suatu hal yang perlu diketahui oleh manusia yang ingin ditunjukan oleh kitab hakim-hakim yakni, kasih karunia yang diberikan oleh Allah dengan begitu limpahnya dan tanpa syarat itu sangatlah dengan manusia yang berulang-ulang kali melakukan kejahatan dan dosa, bahkan dalam setiap kejatuhannya manusia lebih jahat dari yang sselumnya. Hal ini memberi pelajaran bahwa sejujurnya manusia tidak layak untuk menerima kasih karunia Allah yang begitu besar itu, sehingga sudah seharusnya dan sepatutnya mereka yang mendapat kasih karunia itu menghargainya dengan cara tidak berbalik lagi di dalam kejatuhan-kejatuhan tersebut.
Mengenai Murka Allah dalam Bentuk Situasi Kritis
Kisah-kisah yang ada di dalam kitab Hakim-hakim ini menunjukan bahwa bangsa Israel mengalami situasi kritis karena ancaman dan penindasan dari bangsa-bangsa sekitar. Ancaman dan penindasan yang terjadi di bangsa Israel ini karena dosa[11] (berbalik dan meninggalkan Allah dengan cara menyembah kepada Baal) yang dilakukan oleh bangsa Israel (Hakim-hakim 2:12-15; 23) sehingga membangkitkan murka Allah.
Kitab Hakim-hakim memberikan suatu pengajaran bahwa dosa akan selalu berakibat murka Allah dalam situasi-situasi kritis. Namun hal yang perlu diketahui bahwa setiap murka Allah bukan karena Allah tidak mengasihi manusia namun malah hal yang sebaliknya bahwa Allah sangat mengasihi manusia. Allah murka dalam kekudusanNya supaya manusia dapat bertobat dari dosanya. Jika manusia berdosa bertobat, baginya tersedia pengampunan dan pemulihan kembali. Murka Allah memberi pengertian agar manusia tidak bermain-main dengan dosa.
Mengenai Pentingnya kehadiran seorang pemimpin
Hakim-hakim adalah istilah untuk pemimpin bangsa Israel selama periode setelah memasuki tanah Kanaan di bawah pimpinan Yosua dan sebelum zaman kerajaan Israel (kira-kira 1405-1025 SM). Seorang hakim adalah “penguasa atau pemimpin militer, sekaligus orang yang memimpin pengadilan hukum.”
Dalam kehidupan akan sangat dibutuhkan seorang pemimpin, dalam bagian terkahir kitab ini mengatakan bahwa, tidak ada raja pada waktu itu dan bangsa itu berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hakim-hakim 21:25). Ketika tidak ada pemimpin maka bangsa itu berbuat sekehendak hati mereka, dan mereka mengalami banyak kesulitan ketika tidak berada dalam suatu kepemimpinan[12]. Dalam kitab hakim-hakim ini maka akan dijumpai betapa sangat penting peran dan kehadiran seorang pemimpin dalam suatu kelompok atau suatu bangsa.
Mengenai Iman
Jika diperhatikan lebih lagi kitab Hakim-hakim ini juga menjelaskan mengenai iman[13] lewat pristiwa-pristiwa yang dikisahkan dalam hubungan dengan tokoh-tokoh tersebut. hal ini ditampilkan terutama dalam pendahuluan kitab Hakim-hakim (Hakim-hakim 2:6-3; 6:7-10) dan dalam pengantar sejarah Yefta (Hakim-hakim 10:6-16).
Teologi mengenai iman dalam kitab ini dijelaskan dalam suatu pemikiran bahwa dosa mendatangkan hukuman, tetapi pertobatan umat mendatangkan seorang penyelamat. Dari kidung Deborapun (Hakim-hakim 5) sangat jelas bahwa pesan iman merupakan kepentingan yang utama dalam tulisan itu. Didalamnya ditekankan keyakinan mendalam bahwa Allah Israel selalu hadir dan membela umatNya juga pada saat-saat yang paling gelap dalam sejarah kehidupan mereka. pengalaman rohani yang mendalam ini diberlakukan bagi seluruh Israel. Kitab ini mengajak supaya dalam kehidupan bangsa Israel memiliki iman, yakni walaupun bangsa Israel adalah bangsa yang lemah, namun Allah mereka adalah Allah yang panjang sabar dan penuh belas kasih. Allah yang sabar dan penuh belas kasih itulah yang mengutus penyelamat bagi bangsa yang dikasihiNya.
Mengenai Tanah atau Negeri (Kepemilikan)
Sebelum kitab Hakim-hakin didahului oleh kitab Yosua yang memiliki tema mengenai tanah Perjanjian sebagai penggenapan dari janji-janji Allah, dalam kitab Hakim-hakim sendiri juga masih menyinggung mengenai tanah walaupun memiliki perbedaan didalamnya. Persoalan yang ditemui dalam Kitab Hakim-hakim mengenai tanah ini adalah bahwa belum semua dari negerti itu dapat direbut oleh bangsa Israel, hal ini disebabkan karena bangsa Israel tidak taat kepada perintah yang diberikan Allah yaitu membinasakan seluruh tanah Kanaan tetapi mereka malah membiarkan bangsa-bangsa itu hidup ditengah-tengah mereka. Kesalahan lainnya adalah bangsa Israel juga menyembah kepada allah-allah lain (2:2-3; 20-22).
Dari dua kitab ini memperlihatkan suatu keterkaitan, yaitu; peringatan yang disampaikan dalam kitab Yosua tidak diperhatikan apalagi dilakukan, sehingga dalam kitab Hakim-hakim dicatat mengenai sebab akibatnya. Penganugerahan negeri sebagai satu tema yang menonjol dalam kitab Yosua, sedangkan kitab Hakim-hakim memperlihatkan keadaan tentang kemurtadan Israel. Laporan Hakim-hakim 18:30 tentang orang Israel yang diangkut sebagi orang buangan, menjadi akhir yang tidak menyenangkan. Hal ini memberikan suatu pengertian bahwa tidak ada sesuatu yang akan menjadi milik sendiri selamanya, setiap pemberian pun akan ditarik kembali untuk suatu masa.
Mengenai Orang Pilihan Allah
Dalam kitab ini juga terdapat kebenaran yang dapat dipelajari dari kehidupan para hakim. Para hakim ini adalah sebagian dari pelajaran karakter terbaik dalam Alkitab. dimulai dari Otniel sebagai hakim yang pertama. Satu-satunya catatn mengenai dirinya adalah bahwa dia keponakan dari Kaleb. Kemudian catata tentang hakim kedua, Ehud, ia adalah seorang yang kidal. Kemudian hakim lainnya yaitu Debora yang mendapat kesulitan membujuk Barak untuk maju berperang. Gideon seorang yang paling kecil dari suku Manasye dan yang paling muda dari kaum keluaganya (Hakim-hakim 6:15), dan juga catatan-catatan lainnya mengenai para hakim menunjukan bahwa mereka semua adalah orang-orang biasa.
Namun meskipun demikian Allah berkenan memakai orang biasa untuk melakukan perkara yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang terbatas dan lemah namun Allah tidak dapat dibatasi oleh keterbatasan dan kelemahan mereka. Allah memilih orang-orang yang tidak penting dan tidak terkenal sehingga bangsa Israel dapat melihat bahwa kuasa itu berasal dari Allah dan bukan dari manusia[14]. Hakim-hakim memberikan pengertian bahwa Allah melakukan perkara yang ajaib melalui orang-orang biasa yang dikendalikan oleh Roh Kudus.
Mengenai Nazar atau Janji
Yefta adalah salah satu hakim yang dipilih Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel dan Roh Allah menyertai dia. kisah Yefta bukan hanya terkenal dengan kemenangan-kemenangan yang dipeolehnya, namun juga mengenai nazar yang diucapkan oleh Yefta ketika ia terjerat dengan nazar yang diucapkannya sendiri, yaitu akan mempersembahkan siapa saja yang keluar dari rumah dan menyambutnya ketika dia pulang dengan kemenangan (Hakim-hakim 11:30-31). Pada kenyataannya ketika dia kembali dari medan peperangan putri tunggalnya yang pertama kali datang keluar rumah untuk menyambutnya, sehingga mau tidak mau ia harus menepati apa yang sudah dinazarkannya (Hakim-hakim 11:34-39). Kisah ini sangat bertentangan dengan hukum di dalam bangsa Israel dan menjadi sebuah pertentangan bagi para ahli teologi.
Hal yang perlu diketahui adalah bahwa Yefta tidaklah hidup dalam hukum dan adat istiadat yang berlaku pada saat ini. Yefta adalah seorang Gilead dan bangsa di sekitar daerah tersebut mengikuti dewa Kamos, yang peribadatannya dilakukan dengan mempersembahkan anak mereka sebagai kurban (2 raja-raja 3:27).
Walupun Yefta adalah seorang yang dipilih oleh Allah, namun tidak bisa disangkal bahwa Yefta masih hidup sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada pada zaman itu. Hal ini akan sangat sulit untuk dapat dimengerti, karena Yefta sebagai pengikut Allah Israel, apalagi seorang tokoh pembebas yang dibangkitkan oleh Allah, masih tetap melakukan tindakan yang sangat keji itu. Alkitab sama sekali tidak menyatakan bahwa Allah memintanya untuk bernazar mengenai hal itu, atau mengucapkan nazar apapun. Nazar itu diucapkan oleh Yefta secara spontan dengan niat yang baik. Yefta mengambil mengambil keputusan dan mengucapkan nazar dengan gegabah dan bodoh. Nazar ketika orang Israel mengetahui bahwa Allah tidak menuntut tindakan yang demikian, mereka memandang nazar Yefta dan pemenuhan nazar tersebut sebagai suatu hal yang salah. Tetapi walaupun dianggap sebagai pengurbanan anak sebagai suatu yang keji dalam pandangan Tuhan, kisah ini tidak dihapus dari kitab suci. karena ada pelajaran yang dapat dipetik bahkan dari kesalahan yang dilakukan dengan maksud yang baik[15].
Kisah Yefta mencerminkan suatu penerapan yang keliru atas ajaran tentang mempersembahkan kurban terbaik dari yang dimiliki seseorang bagi Allah. Itu juga bukti kurangnya iman[16] , sebab ada indikasi sebelumnya bahwa dia yakin Tuhan akan turut campur membelanya (ay 9,27), dan khususnya karena Roh Tuhan sudah turun atas dia (ay 29) sebelum dia bernazar.
Yefta harus tetap memenuhi nazar yang telah diucapkannya, nazar dibuat dihadapan Allah dan itu merupakan hal yang serius yang harus dipenuhi. Umat tidak diharuskan bernazar, namun, jika mereka mengucapkannya maka harus dipenuhi.
Bab IV
Prinsip-prinsip Theologis
Kitab Hakim-hakim memiliki begitu banyak muatan teogis, yang dapat dijadikan prinsip-prinsip Theologis di dalam kehidupan orang percaya pada masa kini, yaitu;
1. Hal yang perlu diketahui adalah bahkan orang yang telah mengaku sebagai anak Allah atau orang-orang telah ditebus bisa saja murtad dan meninggalkan Allah, hal ini karena mereka lengah dan tidak waspada akan hal ini.
ð Jadilah orang percaya yang terus berjaga-jaga dan waspada didalam kebenaran Firman Allah.
2. Allah telah memberikan anugerah yang besar untuk setiap orang-orang yang percaya kepadaNya, yaitu keselamatan. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebaikan manusia ataupun jerih payah manusia.
ð Jadilah orang percaya yang tau mengenai hal ini dan menghargai anugerah yang telah diberikan Allah dengan hidup sesuai dengan kehendak-kehendakNya.
3. Hal yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa manusia sebetulnya tidak layak untuk menerima anugerah Allah.
ð Jadilah orang percaya yang sadar akan hal ini dan jangan ada orang yang memegahkan diri (Efesus 2:9)
4. Dosa mengakibatkan konsekuensi, yaitu murka Allah. Namun murka Allah ini didasarkan dalam kekudusan dan kasihNya dengan tujuan supaya manusia dapat bertobat dan berbalik kepada Allah.
ð Jadilah orang percaya yang tidak lagi bermain-main dengan dosa
5. Kitab Hakim-hakim mengajarkan betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin.
ð Jadilah orang percaya yang menghargai setiap pemimpin yang ada di atasnya
6. Iman adalah hal yang penting untuk dimiliki setiap orang percaya.
ð Milikilah iman yang benar di dalam Allah, iman timbul dari pendengaran, pendengaran akan Firman Tuhan. Jadilah orang percaya yang senang membaca, mendengar, dan merenungkan Firman Tuhan, bahkan melakukannya.
7. Apa yang ada saat ini, suatu saat akan diambil oleh sang pemilik segalaNya.
ð Sebagai orang percaya, harus menyadari bahwa apa yang ada padanya saat ini adalah milik Allah.
8. Allah tidak dapat dibatasi, oleh keterbatasan manusia
ð Jangan membatasi Tuhan dengan pikiran yang sempit, sehingga hal itu membuat Tuhan begitu terbatas dalam pemikiran manusia yang terbatas.
9. Jangan mengambil keputusan dan mengucapkan nazar dengan gegabah dan bodoh. Lakukan segala suatu dalam pemahaman dan pengertian yang benar dalam kebenaran Firman Tuhan.
ð Jadilah orang Kristen yang berpikir dan memiliki pemahaman dan pengertian yang benar mengenai Firman Tuhan melalui belajar Firman Tuhan, sehingga apa yang dilakukan juga merupakan hal yang benar dihadapan Tuhan.
Bab V
Kesimpulan
Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang ditulis oleh Samuel pada tahun sekitar 1050-1000 sM. Kitab ini mengangkat tema mengenai kasih setia Allah kepada bangsa Israel dengan membangkitkan hakim-hakim untukk membebaskan dari penjajahan bangsa-bangsa. Di dalamnya menggambarkan siklus dari bangsa Israel yang terus menerus berulang terjadi.
Didalam kitab Hakim-hakim ini memiliki banyak muatan-muatan teologis yang dapat dipelajari dan diterapkan oleh orang-orang percaya pada saat ini, yaitu;
1. Mengenai kemurtadan manusia (manusia berpaling kepada Allah)
2. Mengenai Kasih karunia Allah
3. Mengenai Manusia yang Sebenarnya Tidak Layak Menerima Kasih karunia Allah
4. Mengenai Murka Allah dalam Bentuk Situasi Kritis
5. Mengenai Pentingnya kehadiran seorang pemimpin
6. Mengenai Iman
7. Mengenai Tanah atau Negeri (Kepemilikan)
8. Mengenai Orang Pilihan Allah
9. Mengenai nazar atau janji
[1] W.S. Lasor, D.A. Hubbard dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. (Jakarta: Gunung Mulia, 2005),299.
[2] Jeane Ch. Obadja. Survai ringkas Perjanjian Lama (Concise Old Testament Survey). (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2004).31
[3] Herbert Wolf. The Expositor’s Bible Commenatary. (Grand Rapids, Michigan: Zendervan Publishing House, 1992). 375
[4] L. Thomas Holdcroft. Kitab-kitab Sejarah. (malang: gandum Mas, 1992).31.
[5] Andre E. Hill. dan John H. Walton. Survai Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2003).239.
[6] Jeane Ch. Obadja. Survai ringkas Perjanjian Lama (Concise Old Testament Survey). (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2004),.33
[7] David M. Howard Jr. Kitab-kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2002),125.
[8] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison. The Wycliffe Bible Commentary (Malang: Gandum Mas, 2004) .635.
[9] J.L. Ch. Abeneno, Poko-pokok Penting Dari Iman Kristen. (Jakarta: Gunung Mulia, 2008),85.
[10] Abraham Park. Pelita Perjanjian Yang Tak Tepadamkan: Silsilah Yesus Kristus (1). (Jakarta: Yayasan Damai Sejahtera Utama, 2013),161
[11] Ayub Ranoh. Kepemimpinan Kharismatik: tinjauan teologis-etis atas kepemimpinan Sukarno. (Jakarta: Gunung Mulia, 2006) ,122
[12] Frances Blankenbaker. Inti Alkitab Untuk Para Pemula.(Jakarta: Gunung Mulia, 2007)70
[13] Darmawijaya, Seluk Beluk Kitab Suci.(Yogyakarta: Kanisius, 2009),140
[14] Stanley M. Horton. Oknum Roh Kudus. (Malang: gandum Mas, 2019),22.
[15] W.S. Lasor, D.A. Hubbard dan F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. (Jakarta: Gunung Mulia,2008),311
[16] David M. Howard Jr. Kitab-kitab Sejarah Dalam Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2002),142
Posting Komentar untuk "Teologi Kitab Yosua"